Kemenangan Yang Rapuh Akan Berakhir Gaduh
JurnalPasee - Kemenangan Yang Rapuh Akan Berakhir Gaduh
Oleh : Anton Permana
Penulis tidak kaget ketika KPU selayaknya pengumuman kenaikan
BBM dulu, tiba-tiba memajukan pengumuman kemenangan paslon 01 sebagai pemenang
Pilpres. Karena apa, sejak awal di dalam beberapa tulisan sebelumnya, penulis
sudah menyampaikan beberapa analisis dan prediksi kejanggalan yg terjadi pada
proses penyelenggaraan Pemilu tahun ini.
Mulai dari polemik UU nomor 7 tahun 2017 tentang Presidential
Treshold 20 persen yg menjadi satu-satunya terjadi di dunia, sampai dengan
dirobahnya aturan petahana harus mundur sebelum menjadi calon presiden.
Tidak hanya sampai di situ saja, di setiap tahapan proses Pemilu
ini (Pilpres) hampir dengan runut semua aturan sudah tertata sedemikian rupa
untuk memuluskan petahana untuk melenggang kangkung lanjut dua periode. Tak peduli
mau berapapun hasil suara di TPS, toh yang akan menentukannya nanti adalah KPU
secara berjenjang, dan ada Bawaslu bersama aparat penegak hukum sebagai
pengawalnya, serta media mainstream dengan cipta kondisi opini masyarakat plus
dengan komentar para pelacur intelektual yang memang sudah dibayar untuk itu.
Dan ternyata, semua apa yang pernah penulis tuliskan itu hampir
100 persen akurat. Bahkan lebih dalam dan brutal lagi. Namun okelah, semua itu
sudah berlalu.
Namun penulis menangkap ada beberapa pesan tersirat dan tersuruk
(tersembunyi) dari suksesi kemenangan paslon 01 ini. Yaitu :
1. Kejahatan yg terjadi dalam proses penyelenggaraan pemilu dan
pilpres hari ini begitu telanjang dan sangat vulgar. Dari mulai tahapan
penetapan DPT yang tak pernah tuntas, DPT siluman, (proses sebelum coblos)
sampai dengan tahapan pencoblosan, quick count, situng, rekapitulasi, dan
penetapan yang dimajukan, semua berjalan vulgar bebas nilai dan bebas hukum.
Berbagai macam bentuk kecurangan dilaporkan tapi semua dianggap
sebelah mata. Dicuekin, bahkan dianggap tak ada alias sepele.
Padahal semua fakta dan bukti sebegitu terang benderang
dikonsumsi masyarakat. Di sinilah letak kecurigaan dan kejanggalan yang penulis
maksudkan. Karena seolah semua kejahatan ini dibiarkan seterbuka mungkin.
Sevulgar-vulgarnya.
Kalau di dalam era sebelumnya, sedikit saja masalah, media
begitu garang menguliti, aparat begitu sigap mengatasi agar masalah tidak
melebar. Tapi era sekarang, pihak penyelenggara, Bawaslu, media, bahkan polisi
kompak satu suara yaitu, bagaimana petahana menang. Tak peduli mau main kayu
atau apa.
2. Setelah KPU mengumumkan paslon 01 menang, dengan mengabaikan
segala bentuk laporan pengaduan, barulah penulis berani menyimpulkan bahwa
semua ini tak lain ada sebuah skenario yg lebih besar lagi dari pada hanya
sekedar memenangkan petahana. Ada sebuah agenda yg lebih dahsyat lagi di balik
konspirasi ini semua yaitu: bagaimana memenangkan kubu yang lemah secara de
facto legitimasi rakyat, tapi ditopang oleh sebuah pisau kekuasaan yang
berdarah dingin.
Tujuannya apa: agar terbentuk polarisasi seimbang dalam theory
balance of power dari dua kutub yang potensial untuk kemudian dibenturkan.
Karena, apabila dua kubu yang berlawanan sama kuat, sama punya
power, maka dua kutub kekuatan ini sangat ideal dan mudah untuk dibenturkan.
Contohnya. Sudah menjadi fakta empirik kalau petahana itu real
di lapangan itu sudah kehilangan pesona dan dukungan dari masyarakat. Lihatlah
di setiap kampanye dan kunjungannya. Selalu dihantui dengan kursi kosong dan
pembatalan kunjungan. Kalaulah tidak segera ditopang dan dimobilisasi penuh
oleh struktural pemerintahan dengan dukungan dan supervisi polisi, penulis
sangat yakin petahana bukanlah apa-apanya. Petahana bagaikan angin hampa yang
tak punya daya apa-apa.
Berbeda dgn paslon 02 yang begitu semarak dan gegap gempita di
tengah masyarakat. Di setiap kampanyenya selalu membludak bagaikan air bah. Nah
kondisi petahana yang ditopang aparat dengan paslon 02 yang didukung penuh
rakyat, menjadikan polarisasi dua kubu ini sangat tajam dan rentan untuk
dibenturkan.
3. Apabila dua kubu ini akhirnya sama-sama tidak bisa menahan
diri, maka bersiap-siaplah apa yang kita takutkan bersama akan terjadi yaitu
perang saudara.
Ini lazim bisa terjadi, kalau kita melihat sejarah Nusantara.
Ketika kerajaan Majapahit begitu digjaya membentuk Nusantara, akhirnya hancur
lebur akibat perang Paregreg, yaitu perang saudara yang berkecamuk yang
akhirnya melemahkan kerajaan.
Sejarah ini bisa saja terulang lagi, karena theory nya memang begitu.
Bahwa, sejarah akan berulang sebagaimana itu terjadi.
Perang saudara inilah yang ditunggu-tunggu pihak asing. Agar
lebih mudah kuasai Indonesia. Perang saudara yang akhirnya merobek dan membelah
bumi Nusantara ini berkeping-keping. Untuk kemudian mereka bajak dan dibagi
lintas sesama penguasa.
4. Kalau kemenangan yang rapuh ini gagal untuk melahirkan
konflik, maka agenda selanjutnya adalah bagaimana merancang cipta kondisi agar
pemilihan pilpres dan pilkada ke depan dikembalikan melalui legislatif.
Padahal ini sebenarnya adalah strategi mereka ke depan untuk tak
perlu modal besar lagi untuk berkampanye presiden yang dipilih secara langsung.
Cukup dipilih legislatif saja seperti zaman orde baru. Padahal itu mereka
kondisikan karena mereka adalah pemegang kekuasaan mayoritas di parlemen
(koalisi). Kalau sudah mayoritas, tentu mau melakukan amandemen apapun bisa.
Termasuk mengganti UU yang sudah jalan dan eksis sekalipun. Termasuk tata cara
pemilu dan pilpres, bahkan sampai amandemen UUD NRI 1945 dan Pancasila.
Kalau dalam theory negara sosialis hal ini lazim digunakan.
Yaitu bagaimana memecah belah setiap komponen sumber daya negara, agar tidak
ada satu kekuatan komponen bangsa pun yang mapan dan kuat. Selanjutnya
membentuk koalisi (merger) bersama antar sesama parpol yg kemudian membentuk
partai tunggal. Partai negara yang punya kuasa tanpa batas mengatur masyarakat.
Arah ke sana sudah tampak jelas. Bagaimana hampir setiap partai disusupi,
dipecah belah, organisasi besar KADIN, KNPI, apa saja semua terpecah belah.
Mana yang pro penguasa diangkat tinggi tinggi, mana yg melawan diinjak dan
dicari-cari kesalahannya.
5. Kemenangan dari proses yang rapuh ini juga dijadikan sebagai
kartu truft buat petahana, sebagai dasar amunisi menyandera paslon. Kalau
sempat macam-macam berarti selesai dech...
Untuk itu, kemenangan versi KPU yang diumumkan tengah malam
secara diam-diam itu adalah kemenangan yang rapuh, penuh in trik culas, dan
memaksakan legitimasi secara kasar dan jauh dari tata nilai dan norma negara
yang berpancasila ini.
Drama kemenangan 01 hasil sinematografi KPU ini adalah
kemenangan yang compang-camping, kemenangan semu tanpa daya, ibarat baju bolong
sana-sini. Hanya mereka saja yang tak ada rasa malu. Merasa menang padahal
semua orang tahu itu hasil curang yang sistematis.
Kemenangan yang hanya ditopang oleh arogansi power kekuasaan
ini, tidak akan bertahan lama. Karena tidak lahir dari rahim rakyat. Tapi lahir
dari proses ‘haram’ hasil perselingkuhan kekuasaan dengan penegak hukum. Trias
politika sudah mati. Dan berarti negara ini bukan lagi negara demokrasi. Semua
sudah dikebiri.
Kemenangan versi KPU ini sangat rapuh, dan yakinlah akan
melahirkan kegaduhan dan rusuh. Apakah rakyat dan para patriot negara akan diam
begitu saja ???
Tentu tidak. Kita akan melihat beberapa hari ke depan. Ketika
keadilan itu dibungkam dan ingin dikendalikan oleh kekuasaan. Maka keadilan itu
akan mencari jalannya sendiri.
Era baru diktatorian dan kesewenang-wenangan telah hadir di
negeri ini. Dan yakinlah, kemenangan 01 versi KPU ini tidak akan bertahan lama.
Ini terjadi karena aparat sudah menjadikan dirinya dari bahagian dari
kekuasaan. Dan 01 tak berharga apa-apa tanpa polisi yang all out pasang badan.
Itu tanda nyata kalau 01 ini memang rapuh.
Salam JurnalPasee