Menteri Luar Negeri Vanuatu Ralph Regenvanu dan
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres selama kunjungan ke tepi laut Port
Vila membahas masalah Papua Barat dengan sia-sia. (Foto: Vanuatu Daily Post/Dan
McGarry)
Tuduhan Pelanggaran HAM di Papua Barat Buat Sekjen PBB Bimbang
Dalam kunjungannya ke negara Pasifik, Vanuatu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menunjukkan kebimbangannya tentang tuduhan pelanggaran HAM di Papua Barat. Indonesia telah menghalangi delegasi kepulauan Pasifik dan juga tampaknya menghalangi Komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk mengunjungi Papua Barat. Untuk sementara ini, menangkap kesan dari jawaban Guterres, tidak akan ada banyak hal yang dilakukan untuk menyelesaikan tuduhan tersebut.
Oleh: Dan McGarry (Asia
Pacific Report)
JurnalPasee - Selama
kunjungannya ke Port Vila akhir pekan lalu, Sekretaris Jenderal Perserikatan
Bangsa-Bangsa António Guterres dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Papua
Barat, tetapi ia menanggapi dengan bimbang.
Masalah itu berada
dalam agenda selama pertemuan bilateral yang diadakan antara Guterres dan
pejabat penting pemerintah setempat, termasuk Perdana Menteri Vanuatu Charlot
Salwai dan Menteri Luar Negeri Vanuatu Ralph Regenvanu.
Dalam
sebuah konferensi pers bersama, Salwai menegaskan komitmen Vanuatu yang
berkelanjutan untuk mendukung dan membantu mendorong proses dekolonisasi secara
global, terutama di Papua Barat.
Dalam sambutannya, Sekjen
PBB tersebut hanya sekadar mengakui kata-kata Salwai.
Guterres juga menanggapi
pertanyaan tentang topik tersebut dari media. Dialog berikut terjadi selama
wawancara dengan Ben Bohane dari Agence France Presse.
Menurut Bohane, di Papua
Barat telah terjadi masalah penggundulan hutan, masalah ekologi, serta pelanggaran
hak asasi manusia paling serius di seluruh Pasifik. Bohane menanyakan bukankah
PBB seharusnya berbuat lebih banyak untuk mencoba dan menghentikan pelanggaran
hak asasi manusia dan bencana ekologis yang terjadi di sana?
Guterres tidak menjawab banyak
untuk meningkatkan harapan resolusi untuk krisis ini dalam waktu dekat. Dia
menuturkan, “Ada kerangka kerja di lembaga-lembaga itu, yaitu dewan HAM. Ada
prosedur khusus, ada panel, yang baru-baru ini membuat laporan tentang
masalah-masalah itu, laporan yang kemudian dipresentasikan secara
internasional. Indonesia juga telah merespons. Jadi PBB terus melakukan
tugasnya, dengan keprihatinan utama agar di sana dan di mana-mana, hak asasi
manusia tetap dihormati.”
Masalahnya adalah, seperti
yang diberitahukan kepada Guterres, Indonesia telah menghalangi delegasi
kepulauan Pasifik dan juga tampaknya menghalangi Komisi Hak Asasi Manusia PBB
untuk mengunjungi Papua Barat.
Saat ini, semua media
internasional dilarang masuk Papua Barat. Sekali lagi, bukankah seharusnya PBB
berbuat lebih banyak untuk membuka Papua Barat? Sekjen PBB itu tampaknya
mengakui bahwa memang ada kekhawatiran tentang akses ke kawasan tersebut.
“Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia telah menegaskan kembali kesediaan untuk
mengunjungi wilayah itu, dan itu tetap menjadi perhatian dan tujuan kami,” ujar
Guterres.
Jadi, jika Indonesia tetap
menolak, seperti yang ditanyakan kepada Guterres, tidak adakah yang bisa
dilakukan oleh siapa pun, bahkan PBB? Guterres menjawab bahwa, “Seperti yang
saya katakan, kami telah mepekerjakan lembaga tertentu, kami memiliki panel
ahli, tetapi pihak kami juga memiliki komitmen kuat di sana dan di mana-mana.”
Hanya ada
sedikit bukti bahwa komitmen itu telah ditunjukkan dalam kesempatan di Port
Vila.
Salam JurnalPasee.