Partai Minim Caleg Dapat Suara di Pileg 2019, Kok Bisa
?
Partai Garuda dan Partai PKPI
Di beberapa dapil, PKPI dan Garuda tidak mendaftarkan caleg. Tetap saja mereka dapat suara.
Jurnal Pasee - Semakin banyak calon anggota legislatif (caleg) didaftarkan di suatu daerah pemilihan (dapil), semakin besar suara yang bisa didapatkan suatu partai. Tidak heran bila pada akhirnya, partai mendaftarkan caleg sebanyak kuota maksimal yang diatur KPU di tiap dapil.
Namun, dari 16 partai peserta Pemilu 2019, hanya 10 partai
yang mendaftarkan masing-masing delapan caleg untuk berlaga di dapil DI
Yogyakarta. Lima partai lain justru mendaftarkan dua hingga tujuh caleg.
Satu partai, PKPI, malah tidak mendaftarkan caleg sama sekali
di dapil DI Yogyakarta. Caleg yang diajukan PKPI di dapil ini nihil. Partai
lain, Garuda, juga tidak mendaftarkan satu pun caleg di dapil Jawa Barat
(Jabar) IV.
Selain di dapil DI Yogyakarta, PKPI juga mendaftarkan nol
caleg di 20 dapil lain. Ini mencakup seperempat total dapil yang ada di Pemilu
2019. Di Pemilu ini, PKPI menjadi parpol yang mendaftarkan caleg paling sedikit,
hanya sekitar 177 orang.
Dengan keadaan seperti itu, apakah ada yang memilih PKPI atau
Garuda di dapil yang mereka tidak mengajukan caleg sama sekali?
Jawabannya: ada.
Tidak Buruk-Buruk Amat
Ada sembilan syarat yang ditetapkan KPU agar surat suara sah
dan dihitung milik partai (bukan caleg). Salah satunya, misal, surat suara
tercoblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, atau nama PKPI dan
Garuda bakal dihitung sah milik kedua partai itu, meskipun keduanya tidak
mengajukan caleg di dapil tersebut.
Di dapil Jabar IV, Garuda memperoleh 4.691 suara. Perolehan
ini sedikit lebih besar dari PKPI yang mengajukan tiga caleg di dapil tersebut.
Sedangkan PKPI memperoleh 51.736 dari seluruh dapil yang
tidak didaftarkan caleg olehnya. Angka ini setara 16 persen total perolehan
suara PKPI di Pemilu 2019 yang sebesar 312.775.
Di beberapa dapil kategori itu, suara PKPI tidak buruk-buruk
amat. Di dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) I, PKPI memperoleh 5.069 suara,
mengalahkan PBB yang mengajukan dua caleg. Di dapil Kalimantan Barat (Kalbar)
II, PKPI meraup 5.647, sedangkan PBB yang mendaftarkan tiga caleg hanya
mendapat 2.253 suara.
Namun, suara PKPI jeblok di beberapa dapil lain. Misalnya, di
dapil Kepulauan Riau, PKPI mendapat 994 suara. Sedangkan di dapil Sumatera
Barat (Sumbar) II, PKPI meraup hanya 798 suara. Sementara di dapil DI
Yogyakarta, PKPI mendapat 3.667 suara, tidak sampai satu persen suara yang
diperoleh PDIP, partai yang memperoleh suara terbanyak di dapil itu.
Sekjen PKPI Yogyakarta, Hanung Bagus Kaloko, mengatakan
beberapa koleganya menyatakan telah siap menjadi caleg PKPI. Namun, PKPI sempat
dinyatakan tidak lolos verifikasi. Ketika PKPI memenuhi persyaratan dan
dinyatakan lolos verifikasi, waktu yang ada untuk pendaftaran caleg amat
singkat.
"Mereka (yang semula ingin jadi caleg PKPI) akhirnya
pindah ke partai lain," kata Hanung kepada Tirto, Selasa (21/5).
Partainya Tentara dan Polisi
PKPI juga tidak mengajukan caleg untuk Pileg DPRD Provinsi
Yogyakarta, walaupun mendaftarkan caleg untuk bertarung merebut kursi beberapa
DPRD kabupaten dan kota di provinsi tersebut.
Toh, tetap saja ada yang memilih PKPI di Yogyakarta untuk
Pileg DPR dan DPRD Provinsi. Menurut Hanung, itu terjadi karena, pertama, PKPI
tergolong partai tua dan sudah memiliki basis massa di daerah tersebut. Ketika
berkampanye di Yogyakarta, pihaknya menyasar keluarga anggota maupun pensiunan
TNI-Polri. Embrio PKPI Yogyakarta sendiri merupakan putra-putriTNI-Polri.
"Kedua, yang kami perjuangkan itu bapak-bapak kami yang
sudah pensiun," ujar Hanung. Yang dimaksud "bapak-bapak" oleh Hanung
di atas ialah orangtua mereka yang juga pensiunan TNI-Polri. Hanung mengeluhkan
pemerintah yang menganggap mereka sama dengan warga negara Indonesia lain dalam
hal BPJS, misalnya.
"Bapak-bapak kami ini tidak sakit, mas. Mereka ini, kan,
fisiknya kuat karena sering latihan saat berdinas. Paling-paling sakitnya
batuk-batuk gitu saja. Saya juga punya ibu. Ketika dulu pakai Askes, mudah.
Ketika ada BPJS, jadi susah," sebut Hanung.
Selain itu, sejumlah pengurus PKPI di Yogyakarta juga menjadi
petinggi organisasi kemasyarakatan (ormas) yang memiliki massa cukup besar di
Yogyakarta, seperti Pemuda Pancasila (PP) atau Generasi Muda Forum Komunikasi
Putra Putri Purnawirawan TNI–Polri Indonesia (GM FKPPI).
Dirunut akar sejarahnya, PKPI memang didirikan pada 1999 oleh
para jenderal-jenderal TNI semasa Orde Baru semacam Edi Sudrajat atau Try
Sutrisno. Sebagian besar dari mereka awalnya di Golkar, namun setelah internal
Golkar dibersihkan dari unsur militer, mereka mendirikan PKPI.
Pada Pemilu 2019, suara PKPI tidak memenuhi parliamentary
threshold yang ditetapkan (empat persen suara nasional). Partai yang kini
diketuai Diaz Faisal Malik, putra AM Hendropriyono, ini bakal tidak mendapatkan
satu kursi pun di DPR. Di dua Pemilu sebelumnya, suara PKPI juga tidak memenuhi
parliamentary threshold.(Sumber:Tirto.id)
Salam JurnalPasee