Perjalanan Panjang Prabowo Menuju Kursi Kepresidenan
Prabowo akhirnya memasukkan gugatan resminya
ke Mahkamah Konstitusi, setelah kerusuhan berdarah yang berlangsung selama dua
hari sebelumnya. Pakar politik mengatakan,ambisi Prabowo untuk meraih
kemenangan di Pilpres 2019 ini karena ia menyadari, ini adalah kesempatan
terakhirnya. Prabowo telah berkali-kali maju menuju Istana, baik sebagai
presiden maupun wakil presiden, dan selalu gagal.
Oleh: Ben Otto dan I Made
Sentana (The Wall Street Journal)
Jurnal Pasee - Prabowo telah
memasukkan gugatan hukum atas hasil pemilu. Langkah itu kemungkinan besar akan
menjadi kesempatan terakhirnya untuk memenangkan kursi kepresidenan setelah
sejumlah kampanye yang gagal.
Tim hukum mantan jenderal
berusia 67 tahun itu telah mendaftarkan gugatan mereka ke Mahkamah Konstitusi
di Jakarta pada hari Jumat malam, hanya beberapa hari setelah kerusuhan 22 Mei
yang menewaskan sejumlah orang. Perwakilan Prabowo mengatakan, mereka telah
memasukkan gugatan untuk membuktikan Jokowi telah mencurangi Pilpres 2019.
Tim hukum untuk BPN Prabowo-Sandi mendaftarkan
dokumen-dokumen gugatan Pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, 24 Mei
2019. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)
“Sangat
sulit mengatakan bahwa proses pemilu telah berlangsung adil,” ujar calon wakil
presiden Prabowo, Sandiaga Uno, kepada media sebelum pengajuan. “Bagi kami, ada
kebutuhan dilakukan evaluasi yang menyeluruh untuk memastikan pemilu yang jujur
dan adil.”
Pengadilan dijadwalkan akan
memberikan hasil mereka pada tanggal 28 Juni. Keputusan MK tidak bisa digugat,
dan secara hukum, pemenangnya akan dilantik pada bulan Oktober.
Achmad Sukarsono dari firma
konsultan risiko Contro Risks mengatakan, penolakan Prabowo untuk menerima
hasil Pilpres 2019 menyiratkan bahwa dia menyadari waktu hampir habis, menandai
segera berakhirnya perjuangannya selama bertahun-tahun untuk menjadi presiden.
Prabowo akan berusia 72 tahun di pemilihan presiden selanjutnya. Banyak dari
sekutu politiknya telah melangkah maju setelah ia kalah dari Jokowi di Pilpres
2014 dan lagi di Pilpres 2019.
“Ini adalah kesempatan
terakhirnya,” ujar Sukarsono.
Prabowo telah berkampanye
tanpa kenal lelah untuk menjadi pemimpin Indonesia, negara dengan populasi
Muslim terbesar di dunia. Ia sempat menikah dengan putri Suharto, diktator yang
memerintah Indonesia selama tiga dekade lebih sebelum akhirnya diturunkan pada
tahun 1998.
Setelah pemilihan terakhir,
tim hukum Prabowo menyoroti apa yang mereka jabarkan sebagai kesalahan dalam
penghitungan resmi, daftar pemilih yang mencurigakan, penggunaan aparat negara
untuk mempengaruhi pemilih dan surat suara yang telah ditandai sebelumnya untuk
Jokowi.
Pengamat pemilu independen
telah mengonfirmasi adanya beberapa kecurangan pemilu di penjuru negara
kepulauan ii, tapi bukan kecurangan yang meluas seperti yang dituduhkan
Prabowo. Jokowi juga telah menjabarkan pemilu ini sebagai bebas dan adil.
Tetap saja, setelah KPU
mengumumkan hasil penghitungan final, dan mendeklarasikan kemenangan Jokowi
dengan margin 11 poin, sejumlah pendukung Prabowo turun ke jalan-jalan Jakarta
selama dua hari.
Mereka
melakukan pembakaran dan melemparkan batu-batu, kembang api dan bom Molotov ke
arah pasukan keamanan, yang membalas dengan gas air mata dan meriam air.
Tujuh orang meninggal dan
ratusan lainnya terluka. Banyak toko yang tutup, dan kantor-kantor diliburkan.
Tuntutan hukum Prabowo,
yang menggaungkan langkah yang sama setelah kekalahannya di Pilpres 2014,
menandai langkah selanjutnya dari periode tak menentu yang semakin panjang.
DI jalan-jalan dekat rumah
Prabowo, seorang pendukung yang menyebut dirinya sebagai Maman mengatakan, ia
akan menyambut tantangan itu. “Yang paling penting adalah kita sebaiknya tidak
berhenti sampai ada hasil pasti yang konstitusional,” ujarnya, menambahkan
bahwa ia memperkirakan para pengunjuk rasa akan kembali ke jalan-jalan ketika
persidangan dimulai.
Sementara itu pakar politik
memperkirakan, kerusuhan sepertinya tidak akan berlanjut.
“Stabilitas politik akan
tetap kuat dan tidak terpengaruh oleh para perusuh ini karena kebanyakan partai
dan sebagian besar opini publik tidak mendukung mereka,” ujar Sukarsono.
Ia
mengatakan anggota koalisi Prabowo, beberapa telah memenangkan kursi legislatif,
juga akan berusaha melangkah ke depan “karena pertaruhannya terlalu besar bagi
mereka jika terus menolak sistem.”
Salam JurnalPasee