JURU Bicara
Lintas Fraksi DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky bersama kuasa hukum DPRA, Zaini
Djalil, dan Sekretaris Fraksi PA, Azhari Cagee menemui Prof Yusril Ihza
Mahendra di kawasan Kota Kasablanca Tower A lantai 19 Kav 88 Jakarta, Kamis (26/10).
Permintaan Referendum Lebih Tepat Disebut Lelucon Politik
Jurnal Pasee - Pro
kontra pencabutan dua pasal UUPA melalui UU Pemilu mulai tajam, bahkan merembet
ke isu referendum. Namun sejumlah pihak menganggap isu tersebut tak lebih hanya
sebagai lelucon politik.
“Permintaan
referendum lebih tepat disebut lelucon politik. Itu hanya dongeng pengantar
tidur saja. Menurut hemat kami, ini canda yang konyol,” kata Peneliti Wain Advisori
Indonesia, Muhammad Ridwansyah MH, dalam pernyataan tertulisnya kepada Serambi,
Jumat (26/10).
Referendum
ini awalnya mencuat dari mulut Anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh, Azhari
Cagee, dalam pertemuan Tim Pengawas Otonomi Khusus DPR RI, Fadli Zon dengan
Pimpinan dan Anggota DPRA, di Gedung Utama DPRA, Senin (23/10).
Dalam
kesempatan itu, Azahari menyampaikan kekesalannya kepada pusat yang terus
menggerus kekhususan Aceh. “Kalau seperti ini pusat memperlakukan Aceh, jika
nanti masyarakat Aceh minta referendum atau merdeka, sumber permasalahannya
bukan lagi dari Aceh, tapi pusat,” pungkas Azhari Cagee ketika itu.
Wacana
referendum kemudian juga disampaikan oleh Ketua YARA, Safaruddin SH, dalam
sidang guguatan UU Pemilu di MK sehari setelahnya. Berbeda dengan Azahari
Cagee, YARA meminta kepada MK digelar referendum untuk mendengar pendapat
masyarakat Aceh, apakah setuju atau tidak setuju berlakunya Pasal 571 huruf (d)
Undang-Undang No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Peneliti
Wain, Muhammad Ridwansyah dalam hal ini hanya menanggapi ancaman referendum
yang dikemukan oleh Azhari Cagee. Ia menuding, bahwa Azhari Cagee saat
melontarkan isu tersebut tidak melakukan riset komprehensif sebelum bicara.
“Terutama terkait keadaan sosial ekonomi masyarakat. Itu hanya dongeng
pengantar tidur,” kata Ridwansyah.
Pihaknya
meminta para pihak untuk fokus pada hak dan kewenangan yang sekarang sudah ada.
Terlebih itu diungkapkan oleh anggota dewan terhormat yang padanya melekat
kewenangan tersebut. “Atau jangan-jangan isu ini sengaja dilempar sebagai
bentuk buang badan dan lepas tanggung jawab? Saya pikir rakyat Aceh sudah
sangat cerdas hingga tahu mana yang perjuangan dan mana yang pembodohan,”
pungkasnya.
Sementara
terkait usulan Referendum dari YARA, tanggapan datang dari Aliansi Masyarakat
Sipil dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi di Aceh.
Menurut
juru bicara aliansi, Muhammad Khaidir SH, usulan referendum terkait pencabutan
dua pasal UUPA adalah suatu cara yang tidak tepat, karena, masih ada peluang
untuk berdialog.
“Jika
dialog gagal, tidak tertutup kemungkinan kami juga akan bergabung dan
menyuarakan referendum di Aceh. Semua jalur akan dibuka untuk mempertahankan
otonomi di Aceh,” pungkasnya.
Khaidir
yang juga Direktur PAKAR Aceh ini juga menyayangkan sikap Pemerintah Aceh yang
terkesan tidak peduli dengan polemik UUPA. Pemerintah Aceh seharusnya
merespons, karena UUPA adalah kepentingan seluruh masyarakat Aceh.
“Kenapa
Pemerintah Aceh tidak ikut serta dengan elemen sipil untuk terus menyuarakan
kepentingan rakyat? Kami sangat sayangkan sikap Pemerintah Aceh, terkesan UUPA
adalah kepentingan kelompok,” ujarnya.
Pihaknya
menyarankan Pemerintah Aceh melakukan dialog dengan pusat untuk menyelesaikan
polemik UUPA yang dicabut akibat lahirnya UU Pemilu. Duduk bersama lebih
bermartabat untuk menyelesaikan permasalahan saat ini.
Dia
katakan, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat mempunyai tanggung jawab besar
dalam menyelesaikan masalah ini. “Karena keberlanjutan perdamaian Aceh harus
ditempatkan di atas kepentingan politik, itu yang paling penting,” tandas
Khaidir.
DPRA
akan menggandeng ahli hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra, sebagai
saksi ahli pihak DPRA dalam gugatan UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Saat
ini, sidang gugatan perkara nomor 66/UU-XV/2017 sedang bergulir di MK.
Kepastian
Yusril Ihza Mahendra menjadi saksi ahli, disampaikan Juru Bicara Lintas Fraksi
DPRA, Iskandar Usman Al-Farlaky, kepada Serambi usai bertemu Yusril Ihza
Mahendra di kantor Ihza&Ihza lawfirm di Gedung Tower A Kasablanca Kav 88
Jakarta, Kamis (26/10) siang.
“Insya
Allah Pak Yusril akan menjadi saksi ahli dalam gugatan ini. Kita sudah bertemu
dengan beliau dan telah membicarakan banyak hal terkait gugatan yang sedang
kita ajukan di MK. Semoga perjuangan ini akan terus kuat dengan hadirnya
beliau, kami mohon doanya,” kata Iskandar.
Menurut
Iskandar, Prof Yusril menyambut baik kedatangan pihaknya. Kepada anggota DPRA
yang datang, Yusril mengaku juga mengikuti perkembangan atas gugatan pihak DPRA
di MK.
“Apresiasi
yang setinggi-tinggi kepada beliau yang sangat peduli dengan Aceh.
Alhamdulillah beliau juga telah bersedia menjadi saksi ahli kita di MK
nantinya,” ungkap Iskandar.
Dalam
pertemuan yang berlangsung satu jam tersebut, Iskandar bersama yang lainnya
menceritakan kronologis gugatan dari awal sampai dengan fase sidang yang akan
memasuki pada agenda mendengar keterangan saksi penggugat.
“Kita
akan hadirkan dua saksi ahli dan satu saksi fakta. Sekali lagi, mohon dukungan
dan doa seluruh rakyat Aceh,” demikian Iskandar Usman Al-Farlaky
Pihak
DPRA yang datang menemui mantan Sekneg RI ini adalah Iskandar Usman Al-Farlaky
(Jubir Lintas Fraksi/Ketua Fraksi PA), Zaini Djalil (kuasa hukum DPRA), Azhari
Cagee (Sekretaris Fraksi PA), dan Hendra Fadli (tenaga ahli Komisi 1)
(Sumber:SerambiNews)
Salam JurnalPasee