Calon Presiden Pemilu 2019-2024 Prabowo Subianto
Prabowo Dianggap Politisi Banyak Kontradiksi
Retorika
anti-asing Prabowo dipertanyakan ketika ia terbang dari Jakarta minggu ini
dengan jet pribadi bersama dua pejabat parlemen Rusia. Analis juga
mempertanyakan kampanye pemilunya yang kerap didasarkan pada isu ras, agama,
politik identitas, sementara pada saat yang sama, ia bangga memiliki pandangan
modern dan berorientasi Barat. Hal ini membuat para analis melihat Prabowo
sebagai seorang politisi yang memiliki ‘banyak kontradiksi’.
Oleh:
Amy Chew (South China Morning Post)
Jurnalpasee.com - Calon
presiden Indonesia pemilu 2019-2024 Prabowo Subianto telah mengembangkan reputasi di
antara beberapa analis sebagai politisi dengan ‘banyak kontradiksi’.
Minggu
ini dia membuat kehebohan ketika pada Selasa (28/5) dia terbang dari Jakarta
dengan jet pribadinya ke Dubai bersama dua orang Rusia, seorang Amerika, dan
seorang Jerman dalam rombongannya.
Manifes
penerbangan itu menyebabkan banyak orang mempertanyakan kehadiran orang asing
dan apakah Prabowo akan kembali pada retorika anti-asingnya, terutama karena
dua orang Rusia itu—Anzhelika Butaeva dan Mikhail Davydov—berasal dari
Sekretariat Parlemen Rusia.
“Pak
Prabowo menghabiskan sebagian besar tahun-tahun awalnya di Eropa sebagai
mahasiswa, dan dia memiliki banyak teman baik di Amerika Serikat (AS), serta di
dunia bisnis, politik, dan militer,” ujar Irawan Ronodipuro, direktur hubungan
luar negeri untuk Prabowo di Partai Gerindra.
“Karenanya,
teman-teman (rekan bisnis dan penasihat) Amerika, Jerman, dan Rusia yang dia
bawa bersamanya dalam perjalanan ini, bukanlah hal yang luar biasa baginya.”
Ronodipuro
mengatakan bahwa Prabowo hanya transit di Dubai sebelum pergi ke Eropa untuk
urusan yang terkait dengan bisnis, dan dia diperkirakan akan kembali ke
Indonesia minggu depan.
Tapi
Airlangga Pribadi, dosen di Universitas Airlangga, mengatakan bahwa Prabowo
selalu penuh dengan kontradiksi.
“Kampanye
pemilunya diisi dengan retorika anti-asing, yang kontras dengan banyaknya
koneksinya di luar negeri,” kata Airlangga.
“Kampanye
pemilunya oleh tokoh-tokoh politik di sekitarnya juga didasarkan pada ras,
agama, politik identitas, sementara pada saat yang sama, ia bangga memiliki
pandangan modern dan berorientasi pada Barat.”
Inkonsistensi
Prabowo telah menjadi topik perdebatan sejak ia menolak hasil Pilpres 2019, dan
mengklaim adanya kecurangan pemilu yang meluas.
Presiden
Petahana Joko Widodo dinyatakan sebagai pemenang pada 21 Mei oleh Komisi
Pemilihan Umum (KPU), dengan 55,5 persen suara.
Prabowo
sejak itu mengajukan tantangan terhadap hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi
(MK), mengklaim bahwa pemungutan suara dilaksanakan dengan curang—sesuatu yang
juga dia lakukan (namun gagal) setelah ia kalah dalam Pemilu 2014. Sidang
pertama diharapkan pada 14 Juni dan vonis pada 28 Juni.
Namun
demikian, Prabowo menerima hasil pemilu legislatif, yang diselenggarakan
serentak dengan pemilu presiden pada 17 April, dan di mana Gerindra memenangkan
kursi terbesar kedua.
Gerindra
mengumpulkan 12,57 persen suara di parlemen, sementara Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) menang 19,33 persen.
“Gerindra
menerima hasil pemilu legislatif. Ini bukan berarti pemilu itu bebas dari
penyimpangan, tetapi dibandingkan dengan pemilu presiden, penyimpangan di pileg
relatif kecil,” kata Irawan Ronodipuro.
Walau
Prabowo masih jauh dari menguasai mayoritas di parlemen, namun para analis
mengatakan bahwa dia masih bisa menimbulkan tantangan bagi Jokowi dalam masa
jabatan kedua dan terakhirnya, khususnya dalam hal menetapkan kebijakan dan
peraturan.
“Jumlah
kursi Gerindra jauh dari mayoritas bahkan jika kursi dari partai oposisi PKS
dan PAN digabungkan, secara numerik mereka bukan ancaman,” kata Dodi Ambardi,
peneliti utama Indikator Politik.
“Namun,
Gerindra memiliki kemampuan untuk memberikan tekanan terhadap setiap kebijakan
(pemerintah). Gerindra dapat menciptakan gangguan, misalnya dengan
membangkitkan sentimen Islam.”
Airlangga
setuju bahwa “Gerindra terlihat seperti oposisi yang signifikan” di parlemen
Indonesia.
“Namun,
peluang bagi Gerindra untuk membuat masalah cukup kecil, karena sekutu
Gerindra—seperti Partai Demokrat dan PAN—sekarang tampaknya condong ke arah
Presiden Jokowi, ke titik di mana dukungan (untuk Jokowi) di parlemen bisa
menjadi lebih solid,” kata Airlangga.(Sumber:Matamatapolitik)
Salam JurnalPasee