Senator Asal Aceh Fachrul Razi
Senator Aceh Fachrul Razi : Saya Siap Memperjuangkan Referendum
Jurnalpasee.com - Tak
sampai satu kali 24 jam, terkait
pernyataan Muzakir Manaf tentang referendum untuk Aceh. Tanggapan datang dari
senator asal Aceh, Fachrul Razi. Dia menilai, referendum adalah mekanisme
demokrasi dalam memberikan hak politik rakyat untuk menentukan masa depannya.
Menurut
dia, referendum adalah solusi damai untuk Aceh dan hak konstitusional setiap
warga negara. “Mengapa saya berbicara
referendum? Karena saya wakil Aceh di pusat. Jika Rakyat Aceh menginginkan
referendum, sebagai wakil Aceh sangat wajar saya memperjuangkan itu,” tegas
Fachrul Razi melalui pesan singkat yang dikirim ke media ini, Selasa
(28/5/2019) dini hari.
Senator
DPD RI Asal Aceh yang juga Pimpinan Komite I DPD RI ini memberikan perhatian
serius jika Aceh dilakukan referendum secara resmi. "Mungkin jika pendapat
ini saya sampaikan sebelum Pileg, 17 April 2019 lalu, bisa saja dituding
mencari start dan membuat pencitraan. Tapi Pileg sudah selesai dan rakyat Aceh
masih memberi amanah kepada saya. Karena itu, sepatutnya saya menampung
aspirasi tersebut," tegas putra Aceh Utara ini.
Sebelumnya,
Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) dan Ketua DPA Partai Aceh (PA) Muzakir Manaf
atau akrab disapa Mualem, mengeluarkan pendapat ke depan Aceh minta referendum.
Alasannya, negara di Indonesia tak lagi jelas soal keadilan dan demokrasi.
Bahkan,
Mualem menilai Indonesia diambang kehancuran dari sisi apa saja. Pendapat dan
keinginan itu disampaikan Mualem dalam sambutannya pada peringatan Kesembilan
Tahun (3 Juni 2010-3 Juni 2019), wafatnya Wali Neugara Aceh, Paduka Yang Mulia
Tgk Muhammad Hasan Ditiro dan buka bersama di salah satu Gedung Amel Banda
Aceh, Senin (27/5/2019) malam.
Fachrul
Razi menjelaskan, penyataan Mualem bukanlah biasa, dan ini serius serta
memiliki arti penting. “Ini yang berbicara Mualem, jadi bukan wacana lagi tapi
satu sikap politik yang tegas untuk menjawab quo vadis Aceh ke depan,
menghadapi Indonesia yang terus menuju pada kehancuran dan kegagalan dalam
berdemokrasi,” tegas Fachrul Razi.
Menurut
dia, gerakan masif ini akan terjadi jika keadaan demokrasi Indonesia terus
mengalami kemunduran dengan kebijakan rezim pemerintah yang terus mempertontonkan
ke publik kekerasan dan kebijakan yang tidak demokratis.
Disisi
lain, Fachrul Razi mengatakan kuatnya negara Indonesia dengan adanya keadilan
dan kesejahteraan rakyatnya dan ini tujuan dari konstitusi Indonesia. Namun
kenyataannya, keadilan dan kesejateraan adalah jauh dari harapan yang dirasakan
oleh rakyatnya.
Sebut
Fachrul Razi, Aceh pasca damai telah mengikuti alur demokrasi yang diciptakan
pusat, tapi dalam proses perjalanannya, demokrasi ala pusat tidak memberikan
kontribusi apapun terhadap perubahan politik di Aceh.
Praktek
yang dijalankan lebih mengarahkan pada demokrasi semu (psedo democracy).
Demikian juga dengan keadilan. Menurut Fachrul Razi, pusat memberikan solusi
Otonomi Khusus (Otsus) dan perlakukan khusus untuk Aceh, tapi prakteknya
keadilan tidak dirasakan Aceh.
“Aceh
terus menerus tertipu dengan kebijakan pusat yang sangat melemahkan kekhususan
Aceh, ini keadilan semu (psedo justice). Karena itu saya berpikir, keadaan
demokrasi dan keadilan menjadi hal yang sulit di dapatkan Aceh. Ini merupakan
prasyarat referendum dapat dilakukan di Aceh,” kata Fachrul Razi.
Dia
menjelaskan, referendum dalam sistem demokrasi bukanlah hal yang tabu, kecuali
sistem otoriter yang menentang referendum. Di beberapa negara demokrasi juga
memiliki pengalaman melaksanakan referendum secara damai tanpa berdarah-darah
dan tanpa kekerasan. Misal, Sudan Selatan, Krimea, Quebec, dan Skotlandia,
sementara Timor Leste juga sukses melaksanakan referendum meskipun sempat
mengalami kekerasan.(Sumber:ModusAceh.Co)
Salam JurnalPasee