Teknologi
Blockchain Bisa Jadi Alternatif Proses
Pemilu Indonesia Yang Transparan
Teknologi
Blockchain, blok bangunan bitcoin (BTC) dan cryptoasset lainnya sekali lagi
membuktikan bahwa ini lebih dari sekadar sensasi sesaat. Teknologi tersebut
memungkinkan 25 juta suara dari 193 juta suara di Indonesia dapat diperoleh
dalam beberapa jam, selama proses Pilpres dan Pileg 2019 yang baru saja
berakhir. Teknologi ledger terdistribusi (DLT) mendorong kecepatan dan
transparansi sekaligus menghilangkan ketegangan dan krisis yang tidak perlu,
menurut laporan Forbes hari Kamis (23/5).
Oleh:
Ogwu Osaemezu Emmanuel (BTC Manager)
HASIL PEMILU TERBESAR YANG DIVERIFIKASI DENGAN TEKNOLOGI BLOCKCHAIN
JurnalPasee - Berdasarkan
sumber yang dekat dengan masalah ini, hasil resmi pemilihan terbesar yang
pernah diverifikasi dengan teknologi blockchain di
Indonesia dirilis tanggal 21 Mei 2019, beberapa minggu setelah tempat
pemungutan suara (TPS) ditutup tanggal 17 April 2019.
Bahkan
sebelum hasil resmi diumumkan, Democracy Anchored, sebuah inisiatif masyarakat
sipil lokal, dilaporkan menggunakan DLT untuk memverifikasi hasil penghitungan
cepat 25 juta suara dari total 193 juta suara dalam beberapa jam setelah TPS
ditutup tanggal 17 April 2019.
Di
masa lalu, hal ini tidak mungkin dilakukan karena sejumlah besar pemilih
tersebar di 17.000 pulau di Indonesia. Oleh karena itu, hal ini membawa tingkat
kompleksitas tertentu dalam mengumpulkan suara jutaan orang di wilayah
geografis yang tersebar luas tersebut.
Lima tingkat agregasi
biasanya digunakan untuk menyusun hasil akhir. Dalam kasus ini, suara harus
dikumpulkan di tingkat lokal, diangkut dari berbagai wilayah, kemudian dihitung
di tingkat nasional. Sebagai akibatnya, itu menciptakan banyak penundaan dan
ketegangan karena orang harus menunggu selama berminggu-minggu sebelum
mendengar hasil akhir dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Metode ini juga rentan
terhadap kesalahan dan gangguan karena data mungkin telah dimasukkan secara
salah atau bahkan diubah, yang menciptakan ketidakpercayaan di antara para
kandidat yang saling menuduh bahwa lawannya telah memalsukan hasil pemilu.
MENGHITUNG SUARA TANPA MENIMBULKAN KETEGANGAN
Dalam upaya untuk
memecahkan masalah kecepatan dan transparansi dalam proses pemilihan Indonesia,
LSM lokal mulai melakukan crowdsource suara dari tingkat lokal sebelum
dikumpulkan untuk membentuk hasil akhir di tingkat nasional.
Formulir C1 digunakan untuk
merekam surat suara di tingkat lokal. Formulir ini kemudian ditandatangani,
difoto, disimpan dalam database crowdsource, lalu dibagikan di platform media
sosial seperti WhatsApp.
Akan tetapi, metode ini
masih rentan terhadap manipulasi karena berbagai foto yang telah dimanipulasi
juga dapat disimpan pada basis data semacam itu dan merusak kredibilitas.
Selain itu, tidak ada cara
untuk mengetahui apakah foto-foto tersebut tidak ditukar sebelum disimpan dalam
basis data atau apakah mereka kemudian diubah saat berada dalam basis data.
TEKNOLOGI BLOCKCHAIN YANG MENGUBAH PERMAINAN
Keterbatasan ini
menyebabkan perlunya teknologi blockchain, basis data terdesentralisasi yang sifat
kekekalannya tidak memungkinkan bahwa konten yang disimpan dapat dirusak dan
dapat dilihat secara real-time.
Dalam upaya untuk
menghilangkan malpraktik dalam kampanye pemilihan, beberapa warga negara yang
memiliki iktikad baik, termasuk Profesor Effendi Gazali dari Universitas
Indonesia mengintegrasikan DLT ke dalam proses.
Mereka menggunakan
metode crowdsource yang
sama dan formulir C1 yang digunakan oleh LSM yang telah disebutkan sebelumnya.
Namun, kali ini, mereka dapat menyaring foto-foto yang telah diolah dari basis
data melalui penggunaan algoritma dan moderator manusia.
Metodologi mereka
memungkinkan 100.000 formulir yang berjumlah 25 juta suara asli dapat diperoleh
dan difoto. Tim tersebut telah berhenti menerima foto-foto baru dua hari
setelah pemungutan suara untuk mengurangi risiko pemalsuan. Data baru dapat
dibuktikan keberadaannya bahwa mereka disimpan di blockchain segera
setelah pemilihan. Integritas mereka juga bisa dibuktikan.
Gazali mengatakan bahwa,
“Jika pihak berwenang Indonesia menggunakan solusi ini, Indonesia tidak akan
jatuh ke dalam penghitungan suara semi-kacau dalam waktu lama yang kita
saksikan sekarang.”
Salam JurnalPasee