Indonesia dan Australia telah menandatangani perjanjian perdagangan bebas baru setelah delapan tahun negosiasi. (Foto: via The New Daily)
Peneliti Asing Dicekal: Dua Akademisi Australia Dilarang Masuk Indonesia
Indonesia telah melakukan pencekalan terhadap dua akademisi
Australia–yang merupakan pakar kajian Indonesia–untuk masuk ke dalam negeri.
Dua akademisi Australia itu dihentikan di perbatasan dan dipulangkan ke
Indonesia. Tahun 2018, Kementerian mengumumkan akan memperketat aturan bagi
akademisi yang ingin datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian.
Oleh: James Massola dan Karuni Rompies (The Sydney Morning
Herald)
Jurnalpasee.com - Dua akademisi tersohor Australia telah ditolak masuk ke
Indonesia di tengah tindakan keras oleh pemerintah setempat terhadap orang
asing yang melakukan penelitian akademis. Pakar Indonesia yang berbasis di
Australia, Dr Ross Tapsell dari Universitas Nasional Australia dan Dr David
McRae dari Universitas Melbourne, keduanya dicekal di perbatasan dalam tiga
bulan terakhir dan dipulangkan.
Kedua pria itu melakukan perjalanan ke Indonesia untuk
tujuan penelitian individu tetapi menggunakan visa turis, bukan visa penelitian
khusus yang diperlukan untuk penelitian akademik. Tindakan tersebut jelas
merupakan pelanggaran peraturan.
Tetapi menurut sumber akademis, merupakan hal yang lumrah
bagi para peneliti dari seluruh dunia untuk memasuki Indonesia dengan visa
turis gratis karena proses untuk mendapatkan visa akademik sangat berat dan
dapat memakan waktu hingga enam bulan. Visa turis juga dapat digunakan secara
luas untuk kunjungan keluarga atau sosial, acara seni dan budaya, tugas
pemerintah, menyampaikan pidato atau menghadiri seminar, maupun menghadiri
pertemuan bisnis di Indonesia.
Seorang juru bicara Direktorat Jenderal Imigrasi,
Kementerian Hukum dan HAM Indonesia mengonfirmasi bahwa beberapa akademisi lain
juga telah ditolak masuk untuk proyek-proyek penelitian dalam beberapa bulan
terakhir dalam jumlah yang jelas merupakan tindakan keras. Juru bicara itu
menolak menyebutkan berapa banyak akademisi lain yang telah ditolak masuk, atau
dari negara mana saja mereka berasal.
Tapsell adalah penulis sejumlah buku tentang politik dan
masyarakat Indonesia, termasuk yang bertajuk Media Power in Indonesia:
Oligarchs, Citizens and the Digital Revolution yang baru-baru in terbit.
Sementara itu, McRae telah menjadi editor dan berkontribusi pada beberapa buku
tentang topik-topik tersebut. Keduanya tidak menanggapi permintaan komentar
hari Selasa (25/6), sementara beberapa ahli terkemuka Indonesia yang berbasis
di Australia juga menolak memberikan komentar.
Dilansir The Sydney Morning Herald, Rabu (26/6), Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Indonesia telah memeriksa aplikasi visa
untuk para akademisi selama sekitar 10 tahun. Tahun 2018, Kementerian
mengumumkan akan memperketat aturan bagi akademisi yang ingin datang ke
Indonesia untuk melakukan penelitian. Kemenristekdikti juga menolak
mengomentari laporan ini.
Namun, sebelum Kementerian mengambil alih, LIPI yang
berwenang dalam mempertimbangkan pengajuan dokumen akademis.
Profesor Dewi Fortuna Anwar, ilmuwan politik terkemuka
Indonesia, mengatakan bahwa negara ini perlu memeriksa kembali peraturan untuk
akademisi asing, mengatakan bahwa persyaratan visa saat ini terlalu berat, dan
bisa “merusak kemajuan pengetahuan di Indonesia.”
“Ketika LIPI masih bertanggung jawab untuk mengoordinasikan
penelitian, kita dapat menilai secara substansi apakah penelitian itu pantas,
apakah peneliti lokal akan mendapat manfaat. Setelah dialihkan ke Kementerian,
mereka yang menghadiri pertemuan itu (untuk memutuskan visa) jauh lebih
khawatir untuk berpegang pada aturan,” kata Dewi Fortuna. “Pada saat kita ingin
mengembangkan jaringan internasional, untuk meningkatkan kualitas lembaga
lokal, yang membutuhkan kerjas ama internasional yang lebih besar, pada saat
yang sama ada hambatan yang tidak ramah bagi peneliti.”
Undang-undang yang diajukan di parlemen Indonesia, yang
disebut sebagai “RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,” akan kian
mempersulit para akademisi yang ingin melakukan studi di Indonesia. Dewi
mengatakan bahwa RUU itu akan mewajibkan akademisi asing untuk memiliki rekanan
lokal “agar dapat bertanggung jawab atas peneliti asing, bahkan jika mereka
melakukan kejahatan.” Menurutnya, pernyataan itu jelas menunjukkan tindakan
penghambat masuknya akademisi asing.(mata-matapolitik)
Salam Jurnalpasee.com